surat tanah

 Mengenal Jenis-Jenis Surat Tanah

Date: Friday, 13 November 2020

Berdasarkan UU No.5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria, sertifikat tanah yang sah di mata hukum adalah Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Namun ternyata, ada lagi jenis surat-surat yang kerap digunakan masyarakat Indonesia sebagai bukti penguasaan akan sebuah tanah yang biasanya diperoleh secara turun-temurun, sehingga hanya memegang surat tanah tradisional saja.


Berikut adalah beberapa surat tanah yang biasa ditemukan di Indonesia :


Girik

Girik ini bukanlah seperti sertipikat sebagai bukti kepemilikan tanah, melainkan hanya merujuk pada sebuah surat pertanahan yang menunjukkan penguasaan lahan untuk keperluan perpajakan. Di dalam surat ini dapat ditemui nomor, luas tanah, serta pemilik hak atas tanah karena jual-beli atau warisan. Kepemilikan tanah dengan surat girik ini sendiri harus ditunjang dengan bukti lain yaitu kepemilikan Akta Jual beli atau surat waris. Bila Anda memiliki tanah dengan status ini sebaiknya segera tempuh prosedur berlaku untuk mengubahnya menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).

Petok D

Sebelum adanya Undang-Undang Pokok Agraria yang berlaku pada 24 Desember 1960, Petok D adalah salah satu bentuk pembuktian pemilikan tanah yang sah dan setingkat dengan sertifikat kepemilikan tanah saat ini. Namun, ketika melewati tahun 1960 menjadikan Petok D hanya sebagai alat bukti pembayaran pajak tanah dari pemilik atau pengguna tanah yang dimaksud.

Letter C

Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa di Indonesia biasanya diwariskan secara turun-temurun jadi banyak maka muncul berbagai surat-surat tanah, salah satunya surat Letter C. Letter C merupakan tanda bukti kepemilikan atas tanah oleh seseorang yang berada di kantor desa/kelurahan. Letter C ini juga mempunyai fungsi utama yaitu sebagai catatan penarikan pajak dan keterangan mengenai identitas dari sebuah tanah yang ada pada zaman kolonial Belanda. Hingga saat ini, Letter C masih banyak dipakai untuk menjadi identitas kepemilikan tanah dan bukti transaksi tambahan.

Surat Hijau/Surat Ijo

Surat atas bukti penguasaan dan pemilikan tanah yang bernama Surat Ijo atau Surat Hijau ini adalah salah satu surat yang hanya berlaku di Surabaya. Surat ini dinamai sebagai Surat Ijo karena blangko perizinan untuk hak dalam penggunaan tanah memiliki blanko dengan warna hijau. Disebut juga Surat Ijin Pemakaian Tanah (Surat Hijau), surat tanah ini merupakan izin yang diterbitkan pemerintah kota atas pemakaian tanah aset Pemerintah.


Menurut Badan Pengelolaan Tanah dan Bangunan, dasar perolehan/penguasaan tanah dengan status surat ijo berasal dari:

Tanah peninggalan Kolonial Belanda (hak eigendom gementee, besluit) dan tanah yang diberikan Pemerintah Indonesia dengan Hak Pengelolaan.

Tanah yang pengadaannya dilakukan sendiri pemerintah Kota Surabaya dengan jalan pembebasan tanah (P2TUN) maupun tukar-menukar (Ruislag).

Landasan hukum yang mengharuskan setiap orang atau badan hukum yang menggunakan tanah aset Pemkot Surabaya harus memiliki izin Pemakaian Tanah adalah Perda No.1 Tahun 1997 tentang Ijin Pemakaian Tanah.

Rincik

Surat Rincik ini awalnya banyak digunakan pada daerah seperti Makassar dan daerah sekitarnya. Rincik alias Surat Pendaftaran Sementara Tanah Milik Indonesia sebelum berlakunya PP No. 10 Tahun 1961 yang merupakan salah satu bukti pemilikan yang berdasarkan penjelasan pasal 24 ayat 1 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 merupakan bukti pemilikan atas pemegang hak lama, tetapi setelah berlakunya UUPA, rincik bukan lagi sebagai bukti hak atas tanah, namun hanya berupa surat keterangan objek atas tanah.

Wigendom atau Eigendom Verponding

Eigendom Verponding adalah surat atas kekayaan pribadi dan hak milik tetap atas tanah yang ada yang dikeluarkan oleh Pemerintah kolonial Belanda yang diterbitkan bagi warga pribumi atau Warga Negara Indonesia. Bisa diartikan juga sebagai hak milik tetap atas tanah beserta surat tagihan pajak atas tanah yang dimaksud. Saat ini, Eigendom Verponding sudah berubah menjadi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB).

Hak Ulayat

Hak ulayat adalah kewenangan yang menurut hukum adat, dimiliki oleh masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan warganya tinggal, dimana kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya. Dalam pasal 3 Undang-Undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa hak ulayat akan diakui sepanjang menurut kenyataannya masih ada. Tanah dengan hak ulayat tidak bisa dialihkan menjadi tanah hak milik selama hak tanah ulayat tersebut masih ada.

Opstaal

Opstaal adalah hak yang diberikan oleh Beland, hak ini adalah sebuah hak kebendaan untuk memiliki bangunan dan tanaman yang berada di atas bidang tanah yang dimiliki oleh orang lain. Seseorang yang memegang Opstaal memiliki hak untuk mempunyai segala sesuatu yang berada pada tanah Eigendom yang dimiliki oleh orang lain sepanjang sesuatu tersebut bukanlah kepunyaan “eignaar” tanah yang bersangkutan. Segala sesuatu yang dapat dimiliki itu misalkan rumah atau bangunan, tanaman dan sebagainya.

Gogolan

Surat tradisional yang bernama Gogolan ini meskipun sudah sangat jarang didengar akan tetapi masih terdapat beberapa wilayah di Indonesia yang menggunakannya. Hak ini adalah hak seorang gogol (kuli) atas tanah komunal desa atau Communal Bezit yang dianggap sebagai tanah desa, hak ini diperoleh karena tanah tersebut telah diusahakan oleh orang orang tertentu atau gogol.

Gebruik

Gebruik merupakan sebuah hak kebendaan atas benda yang dimiliki oleh orang lain untuk mengambil benda sendiri dan memakainya apabila bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Seseorang yang memiliki hak Gebruik bisa memakai tanah Eigendom milik orang lain untuk dimanfaatkan sebagai sebuah usaha dan diambil hasilnya.

Erfpacht

Erfpacht sering juga disebut sebagai Hak Usaha, hak ini diatur dalam pasal 720 KUHPer/BW, pengertian pengertian hak usaha menurut Pasal 720 KUH Perdata adalah suatu hak kebendaan untuk menikmai sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tidak bergerak milik orang lain, dengan kewajiban untuk membayar upeti tahunan kepada pemilik sebagai pengakuan atas kepemilikannya, baik berupa uang, berupa hasil atau pendapatan.

Demikian beberapa jenis surat tanah tradisional yang ada di Indonesia. Keberadaan dari surat tanah tradisional tersebut masih terdapat dan berlaku di beberapa wilayah di Indonesia sebagai pelengkap dari legalitas suatu kepemilikan atas properti atau tanah. Pembuktian kepemilikan hak atas tanah dengan dasar bukti kepemilikan surat-surat tanah saja seperti tersebut diatas tidak cukup, tetapi juga harus dibuktikan dengan data fisik dan data yuridis yang tepat.


Penulis : Miranti Paramita


Sumber :


https://omtanah.com/


https://www.rumah.com/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Koreksi bicnat

Dasar-dasar Radiologi

Website Body Surface Area calculator (Area Permukaan Tubuh)