Terapi Cairan
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagian besar tubuh terdiri
dari air. Air dan zat-zat terlarut di
dalamnya (cairan tubuh), menjadi pengangkut zat makanan ke semua sel tubuh dan
mengeluarkan bahan sisa di dalamnya untuk menunjang berlangsungnya kehidupan. Dengan makan dan minm
tubuh kita mendapat air, elektrolit, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan
lain-lainnya. Dalam waktu 24 jam jumlah air dan elektrolit yang masuk dan
keluar lewat air kemih, tinja, keringat, dan uap air pernafasan kira-kira sama
seperti berikut:
Keseimbangan Cairan Harian Dewasa
Sehat
Masukan (ml/24 jam)
|
Keluaran (ml/24 jam)
|
||||
tampak
|
Tidak tampak
|
tampak
|
Tidak tampak
|
||
Minum
Makan
Hasil oksidasi
|
1200
1200
|
1000
300
1300
|
Air kemih
Tinja
Keringat
paru
|
1200
1200
|
100
800
400
1300
|
Total
|
1200
|
1300
|
Total
|
1200
|
1300
|
Terapi cairan
dibutuhkan bila tubuh tidak dapat memasukkan air, elektrolit, dan zat-zat
makanan secara oral misalnya pada keadaan pasien harus puasa lama, karena
pembedahan saluran cerna, perdarahan banyak, ayok hipovolemik, anoreksia berat,
mual muntah terus menerus, dan lain-lain.
Dengan terapi
cairan kebutuhan akan air dan elektrolit dapat dipenuhi. Selain itu dalam
keadaan tertentu adanya terapi cairan dapat digunakan sebgai tambahan untuk
memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau dapat juga digunakan untuk
menjaga keseimbangan asam basa.
BAB II
FISIOLOGI CAIRAN TUBUH DAN ELEKTROLIT
2.1 Volume Air dan Penyebarannya
Air
merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat berubah
tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi
usia < 1 tahun cairan tubuh adalah
sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air
sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan seseorang persentase jumlah cairan
terhadap berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan, sedangkan pada wanita
dewasa 50 % berat badan.
Perubahan
jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada perdarahan, luka
bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun perioperatif,
dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut tidak
dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka resiko
penderita menjadi lebih besar.
Seluruh
cairan tubuh didistribusikan ke dalam
kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular. Lebih jauh kompartemen
ekstraselular di bagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial. Caoran
intersisial khusus disebut cairan transeluler misalnya cairan serebrospinal,
cairan persendian, cairan peritoneum dan lain-lain.
a.
Kompartemen Intravaskular
Volume darah
normal adalah sekitar 70 ml per kilogram berat badan pada dewasa dan 85-90 ml
per kilogram berat badan pada neonatus. Selain komponen sel darah, kompartemen
intravaskular mengandung protein dan ion, dimana yang terbanyak antara lain
natrium (138-145 mmol/liter), klorida (97-105 mmol/liter), dan bikarbonat.
Kalium hanya terdapat sedikit dalam plasma (3-4,5 mmol/liter).
b.
Kompartemen Interstitial
Kompartemen
interstitial lebih besar dari kompatemen intravaskular, secara anatomis
terdapat pada seluruh rongga intersisial tubuh. Jumlah total cairan
ekstraselular (intravaskular dan intersisial) bervariasi antara 20% sampai 25% dari
berat badan pada dewasa dan antara 40 sampai 50 persen pada neonatus. Air dan
elektrolit dapat berpindah bebas antara darah dan rongga intersisial, dimana
memiliki komposisi ionik yang serupa, sedangkan protein plasma tidak dapat
keluar bebas dari intravaskular kecuali terdapat kerusakan kapiler seperti pada
luka bakar dan syok septik. Bila terdapat defisit cairan dalam darah atau
penurunan cepat dari volume darah, air dan elektrolit akan keluar dari
kompartemen intersisial ke dalam darah untuk mempertahankan volume sirkulasi.
Cairan infus
intravena yang terutama mengandung ion natrium dan klorida seperti NaCl 0,9%
atau ringer laktat dapat bebas rongga intersisial dan dengan demikian hanya
efektif menaikkan volume cairan intravaskular untuk waktu yang pendek. Larutan
yang mengandung molekul lebih besar seperti plasma ekspander lebih efektif
menjaga sirkulasi karena bertahan lebih lama dalam kompartemen intravaskular.
c.
Kompartemen Interselular
Kompartemen interselular adalah bagian terbesar dari cairan tubuh dan
merupakan cairan di dalam sel. Komposisi ioniknya berbeda dengan cairan
ekstraselular karena mengandung ion kalium dengan konsentrasi tinggi (140-150
mmol/L), konsentrasi ion natrium dan klorida yang rendah (natrium 8-10 mmol/L
dan klorida 3 mmol/L). Cairan yang mengandung ion natrium dan klorida akan
cenderung bertahan di kompartemen ekstraselular, sedangkan cairan dengan solusi
glukosa dapat didistribusikan ke seluruh kompartemen tubuh karena glukosa dapat
di metabolisme.
Distribusi Cairan Tubuh
Diambil
dari Lyon Lee. Fluid and Electrolyte
Therapy. Oklahoma State University - Center
for Veterinary Health. 2006. http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.html
Distribusi
volume cairan tubuh bervariasi menurut umur, sebagaimana tercantum dalam tabel
dibawah ini :
Jenis
|
Bayi Baru Lahir
|
Bayi 3 Bulan
|
Dewasa
|
Orang tua
|
|||
Cairan intraseluler
|
40%
|
40%
|
40%
|
27%
|
|||
Cairan Plasma
Ekstraseluler Interstitial
|
5 %
35%
|
5%
25%
|
5%
15%
|
7%
18%
|
|||
Total Cairan
|
80%
|
70%
|
60%
|
52%
|
Distribusi Volume
Cairan Tubuh Berdasarkan Usia
2.2 Komposisi Ion
Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat :
-
elektrolit :
§ zat-zat bukan ion :
Dextrosa, Ureum, Kreatinin.
§ zat-zat ion (garam) :
Kation : Na+, K+, Ca++, Mg++
Anion : HCO3-, Cl-,
Posfat serat protein, dan asam organik
- non elektrolit : -
dengan berat molekul kecil : glukosa
- dengan berat molekul besar : protein
Air melintasi
membran sel dengan mudah, tetapi zat-zat lain sulit atau diperlukan proses
khusus supaya dapat melintasinya, karena itu komposisi elektrolit didalam dan
diluar sel berbeda. Elektrolit dan protein merupakan zat yang menentukan
besarnya tekanan osmotik. Pada cairan intraseluler K+ merupakan kation utama dan PO43-
merupakan anion utama. Pada cairan ekstraseluler, Na+ merupakan
kation utama dan Cl- merupakan anion utama.
Susunan Kimia Cairan Ekstraseluler dan Intraseluler
Diambil
dari Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 2:56
2.3 Proses Pergerakan Cairan Tubuh
Perpindahan
air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme
transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energi
sedangkan mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis
adalah mekanisme transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan
dengan pompa Na-K yang memerlukan ATP.
Proses
pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:
a.
Osmosis
Osmosis
adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel
(permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar
lebih tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel
terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama.
Membran semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun
tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein.
Tekanan
osmotik plasma darah ialah 285+ 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik
kira-kira sama disebut isotonik (NaCl 0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat).
Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah disebut hipotonik (akuades),
sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.
b.
Difusi
Difusi ialah
proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari
konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik
pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut.
Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.
c. Starling’s Forces
Tekanan
osmotik protein sekitar 25 mmHg sedangkan tekanan darah pada ujung arterial
sekitar 35 mmHg dan pada akhir venosa 15 mmHg. Akibatnya proses difusi air dan
elektrolit keluar dari kapiler dan kemudian masuk ke cairan interstitial pada
ujung arterial kapiler serta absorpsi air dan elektrolit berkisar sekitar 90%.
d. Gibbs Donnan Equilibrium
Cairan
intraseluler mengandung lebih banyak anion protein dibandingkan cairan
interstitial. Akibatnya kation yang berdifusi (kalium, natrium) meningkat dan
anion yang berdifusi (klorida) menurun sehingga jumlah ion yang berdifusi pada
cairan intraseluler lebih banyak.
e. Pompa Natrium Kalium
Pompa
natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion natrium keluar
melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar ke
dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan
hiperosmolar di dalam sel.
2.4 Keseimbangan Cairan Tubuh
Untuk
memelihara keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit agar berada dalam
batas-batas normal maka tubuh akan melakukan mekanisme homeostatisnya yang
diselengarakan oleh ginjal, anak ginjal, kelenjar hipofise, dan paru-paru.
Dengan
makan dan minum tubuh kita mendapat air, elektrolit, karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan lain-lainnya. Dalam waktu 24 jam jumlah air dan elektrolit
yang masuk dan keluar lewat air kemih, tinja, keringat dan uap air pernafasa
dapat diperkirakan seperti pada tabel berikut:
Masukan (ml/24 jam)
|
Keluaran (ml/24 jam)
|
||||
tampak
|
Tidak tampak
|
tampak
|
Tidak tampak
|
||
Minum
Makan
Hasil oksidasi
|
1200
1200
|
1000
300
1300
|
Air kemih
Tinja
Keringat
paru
|
1200
1200
|
100
800
400
1300
|
Total
|
1200
|
1300
|
Total
|
1200
|
1300
|
Diambil
dari Latief, A.S, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi: Terapi Cairan pada
Pembedahan. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedoteran UI. 2002
Pengeluaran air melalui kulit dan
paru akan meningkat pada keadaan berikut:
-
Pernafasan meningkat (hiperventilasi)
-
Demam (+ 12 % setiap kenaikan suhu 1o C)
-
Bekerja atau aktivitas yang meningkat.
-
Luka bakar.
-
Udara luar yang kering dan panas.
Ada
beberapa rumus perhitungan praktis kebutuhan harian cairan untuk rumatan pada
seorang sehat yang dapat dipilih :
1)
Dewasa
-
2-3 liter/24jam (100-125 ml/jam)
-
25-40 ml/kgBB/hari
-
Insensible loss = 1 liter
-
Diuresis 1ml/kgBB/jam (1-2 liter/hari)
-
1,5-2 ml/kgBB/jam
2)
Bayi dan anak-anak
-
1500 ml/m2 luas permukaan tubuh/hari
-
Untuk berat badan sampai 10kg = 100ml/kgBB/hari
-
Berat badan 10-20kg = 1000ml + 50ml/kgBB/hari
-
Berat badan diatas 20 kg = 1500 + 25ml/kgBB/hari.
2.6 Elektrolit
a. Natrium
Natrium
sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di dalam
mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter. Kadar natrium
dalam plasma diatur lewat beberapa mekanisme:
-
Left atrial stretch reseptor
-
Central baroreseptor
-
Renal afferent baroreseptor
-
Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
-
Atrial natriuretic factor
-
Sistem renin angiotensin
-
Sekresi ADH
-
Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body
Water)
Kadar natrium dalam tubuh
58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi
natrium dalam urine 100-180mEq/liter, feses 35mEq/liter dan keringat
58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).
Natrium
dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke
dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare)
sedangkan pemasukkan terbatas maka akan
terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan
natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan
interstitial. Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik
dari dalam sel dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah
kegagalan sirkulasi.
b. Kalium
Kalium
merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting di
dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam
tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak
dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel.
Kadar
kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3 mEq/kgBB.
Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi H+
ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter
dan keringat 10 mEq/liter.
Hipokalemi kerena ekskresi yang
meningkat terjadi pada:
-
Penyakit ginjal (pyelonefritis kronis, renal tubular
asidosis, fase diuresis dari nekrosis tubular akut)
-
Asidosis diabetika
-
Keadaan alkalosis metabolik
-
Diare infantilitis
-
Pemberian diuretika tanpa cukup pemberian kalium
c. Kalsium
Kalsium
dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan lewat faeces
dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake,
besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh
kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian
besar (99%) ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler
dan tidak terdapat dalam sel.
d. Magnesium
Magnesium
ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk pertumbuhan + 10
mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan feses.
e. Karbonat
Asam
karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir
daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali
bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh
paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.
BAB III
TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT PERIOPERATIF
Sebagian
besar pasien yang akan dioperasi elektif tidak makan dan minum selama 4-6 jam,
akibatnya terjadi kehilangan cairan pada pasien tersebut. Sebelum, selama, dan
sesudah operasi, pasien mengalami kehilangan cairan dan darah yang
mengakibatkan adanya masalah pada pengaturan asam basa, keseimbangan elekrolit
dan hemostasis.
Dalam
pemberian terapi cairan pada pasien perioperatif, harus diperhiungkan kebutuhan
cairan basal, penyakit-penyakit yang menyertai, medikasi, teknik dan obat
anestesi serta kehilangan cairan akibat trauma / pembedahan. Trauma dan
pembedahan secara akut mengubah volume dan komposisi ruangan cairan intra dan
ekstraseluler.
Terapi
cairan dapat direncanakan dengan penilaian adekuat volume intravaskular dan Na+,
air, dan kandungan-kandungan protein plasma. Penilaian fisis volume
inravaskular ditambah dengan penemuan laboratorium, dapat membantu identifikasi
hipovolemia dan hipervolemia. Untuk mengidentifikasikan gangguan volume
intravaskular absolut atau relatif, diperlukan indeks kecurigaan yang tinggi
akan abnormalitas volume potensial yang berkaitan dengan penyakit, cedera, atau
medikasi.
Tanda-tanda
fisis tambahan dapat membantu memperkirakan jumlah volume darah. Nadi radialis
dan dorsalis pedis, bila ada dan penuh berarti volume sirkulasi adekuat.
Ekstremitas hangat dan berwarna merah jambu dengan pengisian kembali kapiler
yang cepat berarti volume darah adekuat. Ini berlawanan dengan tangan dan kaki
yang sianotik dan dingin yang menyertai syok sirkulatori. Edema perifer dan
ronki paru dapat mengidentifikasi hipervolemia, khususnya pada pasien dengan
gagal jantung, hati, atau ginjal. Takikardia dalam keadaan istirahat atau
setiap gangguan irama jantung yang dapat mengidentifikasi volume darah yang
abnormal tinggi atau rendah disertai dengan perfusi organ akhir yang buruk.
Kehilangan turgor kulit, membran mukosa kering dan kulit yang keriput menandakan
adanya defisit cairan yang berat. Begitu pula, membran mukosa kering, khususnya
pada anak, menandakan adanya defisit volume intravaskular paling sedikit 10%.
Orang
dewasa sehat memerlukan sekitar 2500 ml air setiap hari untuk mengganti
kehilangan gastrointestinal 100-200 ml, kehilangan tidak nyata lewat kulit dan
pernafasan 1000 ml dan kehilangan lewat urine 1200 ml. Keluaran urine yang
tinggi dapat mencerminkan baik penyimpanan garam atau air yang terganggu atau
ekskresi yang tepat secara fisiologis dari volume ekstraseluler yang meningkat.
Penggabungan kebutuhan sehari-hari akan air, Na+ dan K+ menghasilkan
rumatan cairan pada orang dewasa 2500 ml/hari 0,2% NaCl yang biasa dipakai
perioperatif, dengan anggapan bahwa sistem kardiovaskular dan ginjal dapat
mengekspresikan tambahan Na+.
Pemasukan
glukosa pada cairan intraoperatif dan resusitasi akhir-akhir ini dipertanyakan.
Secara konvensional, glukosa diberikan intraoperatif untuk mencegah
hipoglikemia dan membatasi katabolisme protein. Hiperglikemia intraoperatif
terjadi sebagai respon terhadap stress bedah, namun tidak tergantung pada pemberian
glukosa eksogen. Hiperglikemia intraoperatif juga dapat menyebabkan diuresis
osmotik sehingga mengganggu pemantauan resusitasi cairan dan meningkatkan
kehilangan urine secara tidak tepat dan dapat memperberat cedera neurologis
traumatik dan iskhemik. Sekarang glukosa diberikan secara rutin hanya pada
pasien dengan resiko hipoglikemia.
Perubahan
cairan dan elektrolit pada saat anestesi berlangsung antara lain :
banyak zat anestesi yang
menyebabkan vasodilatasi dan hipotensi relatif akibat hipovolemia
mengakibatkan perubahan
pada aktivitas sistem saraf simpatis dan sistem endokrin
meredistribusi aliran
darah karena perubahan resistensi pembuluh darah
mereduksi kecepatan
aliran urine, aliran darah pada ginjal, dan filtrasi glomerulus.6
Penatalaksanaan Terapi
Volume
cairan yang adekuat sangatlah penting, sehingga setiap defisit cairan harus
diganti. Terapi cairan adalah tindakan untuk memelihara, mengganti mileu
interior dalam batas-batas fisiologis dengan cairan kristaloid 9elektrolit0
atau koloid (plasma ekspander) secara intravena. Pembedahan dengan anestesi
memerlukan puasa sebelum dan sesudah pembedahan. Terapai cairan parenteral
diperlukan untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan ssudah
pembedahan, menganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti cairan pindah
ke ruang ketiga.
Tujuan dari terapi cairan antara
lain :
1.
Mengganti kekurangan air dan elektrolit
2.
Memenuhi kebutuhan
3.
Mengatasi syok
4.
Mengatasi kelainan yang ditimbulkan karena terapi yang
diberikan. Terapi cairan perioperatif meliputi tindakan terapi yang dilakukan
pada masa pra bedah, selama pembedahan, dan pasca bedah.
Pada
penderita yang menjalani operasi, baik karena penyakitnya itu atau karena
adanya pembedahan, terjadi perubahan-perubahan fisiologis tubuh antara lain :
- Peningkatan rangsang simpatis, yang menimbulkan
peninggian sekresi katekolamin dan menyebabkan takikardia, konstriksi
pembuluh darah, peninggian kadar gula darah yang berlansung 2-3 hari.
- Rangsang terhadap kelenjer hipofise :
- Bagian anterior : menimbulkan sekresi growth hormon yang mengakibatkan kenaikan kadar gula darah, dan sekresi ACTH yang merangsang kelenjer adrenal untuk mengeluarkan aldosteron.
- Bagian posterior : menimbulkan sekresi ADH yang mengakibatkan retensi air.
- Peningkatan sekresi aldisteron karena :
- stimulasi ACTH
- berkurangnya volume ekstraseluler keadaan ini berlangsung selama 2-4 hari
- Terjadi peningkatan kebutuhan oksigen dan kalori karena
peningkatan metabolisme.
Prinsip yang paling penting dari terapi cairan adalah volume dan komposisi
cairan yang diberikan harus mendekati cairan tubuh yang hilang. Kehilangan akut
(seperti pada perdarahan) harus diganti dengan segera, sementara pada
kehilangan cairan kronis (sepertI pada dehidrasi dan malnutrisi) lebih banyak
faktor yang harus diperhatikan karena infus yang cepat dapat menyebabkan gagal
jantung yang fatal.
Penatalaksanaan pra bedah
Kebutuhan cairan basal (rutin, rumatan) pada seseorang adalah sesuai
dengan aturan 4-2-1 yaitu :
4 ml/kgBB/jam untuk berat badan 10 kg pertama
2 ml/kgBB/jam untuk berat badan 10 kg kedua
1 ml/kgBB/jam sisa berat badan
Kebutuhan natrium (1,5
mEq/kgBB/hari) dilarutkan dalam 2,64 L kebutuhan cairan sehari-hari, demikian
juga kebutuhan kalium sebesar 100 mEq/kgBb/hari. Walau demikian konsentrasi
kalium harus dibatasi bila cairan akan diberikan secara intravena melalui
kapiler karena iritasi kimia dapat terjadi karena konsentrasi kalium yang
tinggi. Banyaknya glukosa yang diperlukan otak dan sel darah merah sedikitnya 2
mg/kgBB/menit. Bila karbohidrat tidak tersedia, gikogenolisis dan
glukoneogenesis dari asam amino menyediakan glukosa yang dibutuhkan, tetapi
meningkatkan katabolisma protein.
Dapat pula ditemukan
gangguan air dan elektrolit karena pemasukan yang kurang, muntah, pengisapan
isi lambung, fistula enterokutan, atau adanya penumpukan cairan pada rongga
ketiga misalnya pada peritonitis, ileus obstruksi.
Defisit cairan ekstraselulr yang terjadi dapat diduga dengan berat
ringannya dehidrasi yang terjadi. Untuk mengatasi keadaan ini digunakan cairan
elektrolit (NaCl 0,9% atau ringer laktat).
Cara pemberian 1 jam pertama
40 ml/kgBB selanjutnya kecepatan pemberian diturunkan sesuai dengan keadaan
kardiovaskular. Tanda rehidrasi telah tercapai dengan adanya produksi urin
0,5-1 ml/kgBB/jam.
Penatalaksanaan selama
pembedahan
Pada pemberian cairan selama pembedahan harus diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1.
kekurangan cairan pra bedah
2.
kebutuhan untuk pemeliharaan
3.
bertambahnya insensibel loss karena suhu kamar bedah yang
tinggi dan hiperventilasi
4.
terjadinya translokasi cairan pada daerah operasi ke dalam
ruang ketiga dan intersisial
5.
terjadinya perdarahan
Defisit cairan karena puasa,
setengahnya diberikan pada 1 jam pertama, seperempatnya pada jam kedua, dan
seperempatnya lagi pada jam ketiga. Banyaknya air yang hilang karena
translokasi selama pembedahan tergantung dari jenis operasinya.
·
operasi dengan trauma minimal (misalnya operasi plastik)
kebutuhan pemeliharaannya ± 4 ml/kgBb/jam
·
operasi dengan trauma sedang (operasi ekstremitas,
appendektomi tanpa peritonitis) kebutuhan pemeliharaanya ± 6 ml/kgBb/jam
·
operasi dengan trauma besar (reseksi usus, radikal
mastektomi) kebutuhan pemeliharaanya ± 8
ml/kgBb/jam
Pada prinsipnya kecepatan
pemberian cairan selama pembedahan adalah dapat menjamin tekanan darah stabil
tanpa menggunakan obat vasokonstriktor dengan produksi urin 0,5-1 ml/kgBb/jam.
Perdarahan pada pembedahan tidak selalu perlu transfusi. Untuk perdarahan
dibawah 20% dari volume darah total pada dewasa cukup diganti dengan cairan
infusyang komposisi elektrolitnya kira-kira sama dengan komposisi elektrolit
serummisalnya dengan ringer laktat atau riner asetat. Untuk bayi dan anak
perdarahan diatas 10% volume darah baru diperlukan transfusi dimana :
-
volume darah bayi dan anak 80 ml/kgBB
-
volume darah dewasa pria 75 ml/kgBB
-
volume darah dewasa wanita 65 ml/kgBB
Penatalaksanaan pascabedah
Pengaruh hormonal yang masih
menetap beberapa hari pasca bedah dan mempengaruhi keseimbangan air dan
elektrolit tubuh harus diperhatikandalam menentukan terapi cairan tersebut.
Bila penderita sudah dapat atau
boleh minum harus secepatnya diberikan peroral. Apabila penderita tidak dapat
atau tidak boleh peroral maka pemberian secara parenteral diteruskan. Air
diberikan sesuai dengan pengeluaran yang ada (urin dan insensibel loss).
Masuknya kembali cairan dari
ruang ketiga dan intersisial ke dalam cairan ekstrasel yang berfungsi terjadi
secara bertahap dalam 5-6 haridan pada penderita tanpa gangguan fungsi jantung
atau ginjal, hal ini tidak mempengaruhi keseimbangan air dan elektrolit.
Kehilangan spesifik dan penggantiannya
Deplesi air
paling sering terjadi karena intake yang tidak
adekuat dan kehilangan cairan yang terus menerus seperti pada
berkeringat, demam, atau diare. Cara rehidrasi terbaik adalah per oral,
menggunakan air bersih atau minuman lain. Bila rehidrasi secara oral tidak
memungkinkan, jalan terbaik adalah memberikan larutan intravena glukosa 5%.
Larutan ini tidak bisa dianggap sebagai pengganti makan karena kandungan
karbohidrat dan kalorinya rendah (hanya 837 kJ atau 200 kkal per liter). Untuk
penderita dengan kondisi stabil dan yang juga memerlukn terapi elektrolit , 2-3
liter larutan glukosa atau garam fisiologis (4 % glukosa dan 0,18 % NaCl)
menyediakan kebutuhan harian air dan natrium untuk dewasa.
Diare dan muntah
Pada diare
dan muntah terjadi kehilangan air, natrium, kalium, serta ion lain. Penggantian
paling baik adalah secara oral menggunakan larutan rehidrasi oral atau yang
sejenis. Larutan rehidrsi oral standar mengandung 20 gram glukosa, 3,5 gram
NaCl, 2,9 gram trisogium sitrat dihidrat dan 1,5 gram KCl per liter.
Penggantian secara intra vena
memerlukan larutan garam, glukosa, dan kalium. Jumlah yang dibutuhkan dapat
ditentukan dengan pemeriksaan hematologi
dan elektrolit plasma penderita.
Perdarahan dan luka bakar
Penggantian cairan yang ideal adalah dengan
yang komposisinya terdekat dengan cairan yang hilang, darah atau plasma. Untuk
resusitasi inisial pada pasien dengan syok hipovolemik, penggunaan larutan
garam fisiologis atau ringer laktat adalah umum, tetapi harus diingat bahwa
cairan ini cepat keluar dari sirkulasi ke kompartemen lain. Plasma ekspander
memiliki berat molekul yng relatif tinggi sehingga dapat bertahan dalam
pembuluh darah. Larutan ini dapat digunakan pada perdarahan hebat untuk mengurang
kebutuhan transfusi darah, tetapi larutan ini tidak dapat mengaangkut oksigen.
Teknik pemberian
Untuk
pemberian terapi cairan dalam waktu singkat dapat digunakan pembuluh vena di
punggung tangan, sekitar pergelangan tangan, lengan bawah atau daerah cubiti.
Pada anak kecil dan bayi sering digunakan daerah punggung kaki, depan mata kaki
dalam, atau di kepala. Pada bayi baru lahir dapat digunakan vena umbilikalis.
Penggunaan
jarum antikarat atau kateter plastik trombogenik pada vena perifer biasanya perlu
diganti setiap 1-3 hari untuk menghindari infeksi dan macetnya tetesan.
Pemilihan Jenis Cairan
Pemakaian
larutan koloid atau larutan kristaloid perioperatif untuk resusitasi cairan
masih kontorversial. Meski terdapat perbedaan-perbedaan penting pada sifat
fisis antara larutan koloid dan kristaloid, penelitian-penelitian terdahulu
belum dapat menunjukkan perbedaan hasil antara kedua cairan tersebut. Larutan
koloid dengan berat dan ukuran molekul yang lebih besar cenderung untuk tinggal
dalam ruang intravaskular lebih lama daripada larutan kristaloid. Efek volume
koloid bergantung pada jumlah koloid yang beredar dan kapasitas mengikat air
spesifik.
Pada
satu penelitian terakhir, Gan dkk mendapatkan perbedaan-perbedaan yang klinis
bermakna pada profil pemulihan pasca bedah yang diberi larutan koloid Hextend
atau Hespan atau larutan krislatoid Ringer Laktat. Pasien-pasien yang mendapat
koloid intraoperatif (Hextend atau Hespan) mempunyai frekuensi mual yang lebih
rendah, begitu pula pemakaian antiemetik lebih sedikit. Lebih banyak pasien
pada kelompok kristaloid yang mengeluh nyeri pascabedah yang hebat dan
penglihatan ganda yang kemungkinan adalah akibat frekuensi edema periorbita
yang tinggi.
Cairan Kristaloid
Kristaloid
adalah suatu kelompok cairan, tanpa penambahan solut ionik atau non-ionik
seperti NaCl ke dalam air. Sebagian besar, namun tidak seluruhnya, iso-osmolar
dan tidak seperti koloid, kristaloid murah, mudah membuatnya dan tidak
menyebabkan reaksi imunologis. Kristaloid tidak mengandung partikel onkotik dan
karena itu tidak terbatas dalam ruang intravaskular. Penyebarannya ditentukan
terutama oleh kadar Na+. Karenanya, larutan-larutan yang mengandung
kadar Na+ yang hampir isotonik (misal:0,9% NaCl, RL, dan larutan
hartmann) akan berada di ruang ekstraselular. Karena ukuran ruang interstitial
3 kali lipat ruang intravaskular, ¾ kristaloid akan didistribusikan ke ruang
interstitial dan ¼ ke ruang intravaskular.
Cairan
ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraselular (CES=CEF). Keuntungan dari
cairan ini antara lain harganya murah, mudah didapat, tidak perlu cross match, tidak menimbulkan reaksi
alergi atau syok anafilaktik, penyimpanannya sederhana dan dapat disimpan cukup
lama.
Cairan
kristaloid jika diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali jumlah cairan koloid)
ternyata sama efektifnya dengan pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit
volume intravaskular, masa paruh cairan kristaloid di ruang intravaskular
sekitar 20-30 menit.
Heugnan
et al, mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan kristaloid akan
masuk ruang interstitial sehingga timbul edema perifer dan paru dengan akibat
oksigenasi jaringan akan terganggu. Selain itu pemberian cairan kristaloid yang
berlebihan sering menimbulkan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
Larutan
Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk
resusitasi cairan, walau agak hipotonis namun memiliki susunan yang hampir
menyerupai cairan intravaskular. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut
akan dimetabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang
sering digunakan adalah NaCl 0,9% tetapi jika diberikan terlalu banyak dapat
mengakibatkan asidosis hiperkloremik dan menurunkan kadar bikarbonat plasma
akibat peningkatan kadar klorida.
Komposisi Beberapa
Cairan Kristaloid
|
||||||||||||
Larutan
|
Tipe*
|
Na
|
Cl
|
K
|
Ca
|
Mg
|
Lact
|
Ace
|
Glu
|
%Dex
|
pH
|
Osm
|
Plasma
|
-
|
144
|
107
|
5
|
5
|
1,5
|
-
|
-
|
-
|
-
|
290
|
|
2,5% Dex,
0,45%NaCl
|
M
|
77
|
77
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
280
|
2.5% Dex, ½
strength LRS
|
M
|
65,5
|
55
|
2
|
1,5
|
-
|
14
|
-
|
-
|
-
|
-
|
263
|
5% Dextr.
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
252
|
10% Dextr.
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
505
|
0,9% NaCl
|
R
|
154
|
154
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
5,0
|
308
|
Ringer’s S.
|
R
|
148
|
156
|
4
|
4,5
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
6,0
|
309
|
LRS
|
R
|
130
|
109
|
4
|
3
|
-
|
28
|
-
|
-
|
-
|
6,5
|
273
|
Plasmalyt A
|
R
|
140
|
98
|
5
|
-
|
3
|
-
|
27
|
23
|
-
|
7,4
|
294
|
Plasmalyt 148
|
R
|
140
|
98
|
5
|
-
|
3
|
-
|
27
|
23
|
-
|
5,5
|
294
|
Plasmalyt56+5%
Dext.
|
M
|
40
|
40
|
16
|
-
|
3
|
-
|
16
|
-
|
5
|
5,0
|
362
|
Plasmalyt56
|
M
|
40
|
40
|
13
|
-
|
3
|
-
|
16
|
-
|
-
|
5,5
|
110
|
7,5% NaCl
Hypertonic
|
R
|
1283
|
1283
|
5 -5,5
|
2567
|
|||||||
Diambil
dari Lyon Lee. Fluid and Electrolyte
Therapy. Oklahoma State University – Centre for Veterinary Health. 2006. http://member.tripod.om/~lyser/ivfs.html
Cairan Koloid
Koloid
adalah cairan yang mengandung partikel tekanan onkotik, sehingga menghasilkan
tekanan onkotik. Bila dimasukkan secar intavena, koloid akan tinggal terutama
dalam ruang intravaskular. Koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma
atau biasa disebut plasma substitute
atau plasma ekspander. Di dalam cairan koloid terdapat zat / bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan
ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang
intravaskular. Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan
secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hemoragik atau pada penderita
dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misalnya luka
bakar).
Darah
dan produk darah, seperti albumin menghasilkan tekanan onkotik karena
mengandung molekul protein besar. Koloid artifisial juga mengandung molekul
besar seperti gelatin, dekstran, atau kanji hidroksietil, kendati semua larutan
koloid akan mengekspansi ke ruang intravaskular, koloid dengan tekanan onkotik yang
lebih besar daripada plasma (hiperonkotik), juga akan menarik cairan ke dalam
ruang intravaskular. Koloid ini dikenal sebagai ekspander plasma,
mengekspansikan PV lebih besar dari volume yang diinfuskan. Koloid iso-onkotik
mengekspansikan PV sebesar volume yang diinfuskan dan dikenal sebagai substitut
plasma. Macam-macam koloid adalah darah, albumin, gelatin (poligelin dan
modifikasi gelatin), dekstran dan kanji hidroksietil. Masing-masing koloid
mempunyai keuntungan dan kerugian, sehingga untuk pemeriksaan yang rasional
perlu mengenal karakteristik mereka.
Jenis Koloid
|
Produksi
|
Tipe
|
BM rata-rata
|
Waktu Paruh Intravask.
|
Indikasi
|
Plasma protein
|
Human plasma
|
Serum consered
Human Albumin
|
50.000
|
4 – 15 hari
|
-pengganti
volume
-hipoproteinemi
-hemodilusi
|
Dextran
|
Bleuconostac mesenteroid B512
|
D 60/70
|
60.000/
70.000
|
6 jam
|
-hemodilusi
-gangguan
mikrosirkulasi
(stroke)
|
Gelatin
|
Hidrolisis dari kolagen binatang
|
-Modified
gelatin
-Urea linked
-Oxylopi gelatin
-Hydroxyl ethyl
|
35.000
|
2 – 3 jam
|
-volume
substitusi
|
Starch
|
Hidrolisis asam dan ethylen ixide treatment dari kedelai dan jantung
|
Hydroxy ethyl
|
450.000
|
6 jam
|
-volume
substitusi
-hemodilusi
|
Polyvinyl pyrrolidone
|
Sintetikpolimer
vinyl pyrrolidone
|
-Subtosan
-Periston
|
50.000
25.000
|
-volume
substitusi
|
Diambil
dari Kaswiyan. Terapi Cairan pada Pembedahan. Bagian Anestesiologi dan
Perawatan Intensif Fakultas Kedokteran Unpad. 2001.
Kerugian dari plasma ekspander
selain mahal juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat
menyebabkan gangguan pada cross match.
Berdasarkan
pembuatannya dibedakan 2 jenis larutan koloid :
a. Koloid Alami
Yaitu fraksi protein
plasma 5 % dan human albumin (5% dan
2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 600C
selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya.
Fraksi protein plasma
selain mengandung albumin (83%) juga mengandung α-globulin dan β-globulin. Prekalikrein activators (Hageman’s
factor fragments) seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan
dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infus dengan fraksi protein plasma
seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskular.
b. Koloid Sintetik
1. Dextran :
Dextran 40 (Rheomacrodex)
dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul
70.000 diproduksi oleh bakteri. Leuco-nostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam
media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume ekspander yang lebih baik
dibandingkan Dextran 40 namun Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat
sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain
itu Dextran mempunyai efek trombotik yang dapat mengurangi platelet
adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII,
meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah.
2. Hydroxylethyl Starch (Heta Starch) :
Tersedia dalam larutan 6%
dengan berat molekul 10.000-1.000.000 rata-rata 71.000 osmolaritas 310 mOsm/L
dan tekanan onkotik 30 mmHg.
Pemberian 500 ml larutan
ini pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urine dalam waktu 2 hari dan
sisanya 54% dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan
reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar amilasi serum (walau jarang).
Low-mollecular-Weight
Hydroxyethyl Starch (Penta-Starch) mirip heta-starch mampu mengembangkan volume
plasma sampai 1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung sampai 12 jam.
Karena potensinya sebagai plasma volume ekspander yang besar dengan toksisitas
yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi penta-starch banyak dipilih sebagai
koloid untuk resusitasi cairan pada penderita gawat.
3. Gelatin :
Larutan koloid 3.5-4%
dalam balance eletrolyte dengan berat molekul rata-rata dibuat dari hidrolisis
kolagen binatang.
Terdapat 3 macam gelatin,
yaitu modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemaccel), urea-linked gelatin dan
oxypolu gelatin.
Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan
pada penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang)
terutama dari golongan urea-linked gelatin.
Dari tabel berikut dapat dilihat perbedaan antara kristaloid dan koloid.
Kristaloid
|
Koloid
|
|
Keuntungan
|
Murah
↑ volume intravaskular
Dipilih untuk
penanganan awal resusitasi cairan pada trauma atau perdarahan
Mengisi volume
intravaskular dengan cepat
Mengisi kekosongan
ruang ke-3
|
Bertahan lebih lama di
intravaskular
Mempertahankan tekanan
onkotik plasma
Memerlukan volume yang
lebih sedikit
Edema perifer minimal
Menurunkan TIK
|
Kerugian
|
Menurunkan tekanan
osmotik
Menimbulkan edema
perifer
Kejadian edema pulmonal
meningkat
Memerlukan volume yang
lebih banyak
Efeknya sementara
|
Mahal
Dapat menimbulkan
koagulopati
Pada kebocoran kapiler,
cairan pindah ke interstitial
Mengencerkan faktor
pembekuan dan trombosit
↓ adhesiv trombosit
Bisa menimbulkan reaksi
anafilaktik dengan dekstran
Dapat menyumbat tubulus
renal dan RES di hepar
|
DAFTAR
PUSTAKA
Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
2:56
Kaswiyan. Terapi Cairan pada Pembedahan. Bagian
Anestesiologi dan Perawatan Intensif Fakultas Kedokteran Unpad. 2001.
Latief, A.S, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi: Terapi
Cairan pada Pembedahan. Edisi Kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedoteran UI. 2002
Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University - Center
for Veterinary Health. 2006. http://member.tripod.com/~lyser/ivfs.html
Staf
pengajar bagian anastesiologi dan Terapi Intensif FKUI, Anastesiologi, CV
Infomedika, Jakarta : 1989
Komentar
Posting Komentar