ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR PROSTAT
ANATOMI
DAN FISIOLOGI KELENJAR PROSTAT
dr. M.Ricky Ramadhian
Kelenjar prostat adalah salah satu kelenjar sex, berupa organ kelenjar
fibromuskular, pada sistem reproduksi laki-laki, selain testis, scrotum, penis
serta saluran aksesoris dan organ lainnya.
Pada orang dewasa,
kelenjar prostat berukuran sebesar biji walnut, berukuran 3 cm x 4 cm x 2 cm
dengan berat sekitar 20 g. Kelenjar prostat terletak mengelilingi uretra pars
prostatica, di antara vesica urinaria (atas), diafragma urogenital (bawah),
rectum (belakang) dan simphisis pubis (depan). Prostat
dikelilingi oleh kapsula fibrosa. Di luar kapsula terdapat selubung fibrosa,
yang merupakan bagian dari lapisan viseral fascia pelvis (Snell, 1998)

Uretra membawa urine dari vesica urinaria dan cairan semen dari kelenjar
sex keluar melalui penis. Fungsi utama kelenjar prostat adalah menghasilkan
cairan encer seperti susu, yang mengandung ion sitrat, kalsium, ion fosfat,
enzim pembeku dan profibrinolisin. Selama pengisian, simpai kelenjar prostat
berkotraksi sejalan dengan kontraksi vas deferens sehinga cairan encer seperti
susu yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat menambah lebih banyak lagi jumlah
semen. Cairan prostat bersifat alkalis sehingga berperan dalam keberhasilan
fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relatif asam akibat adanya asam
sitrat dan hasil akhir metabolisme sperma, dan sebagai akibatnya, akan
mengambat fertilisasi sperma. Juga sekret vagina bersifat asam (pH 3,5 sampai
4,0). Sperma tidak dapat bergerak optimal sampai pH sekitarnya meningkat
kira-kira sampai 6,5. Sehingga cairan prostat menetralkan sifat asam dari
cairan lainnya setelah ejakulasi dan juga meningkatkan motilitas dan fertilitas
sperma (Guyton, 1997)
Pembagian
lobus prostat menurut Klasifikasi Lowsley :
- Lobus median –
kelenjar berbentuk baji yang mengelilingi uretra prostatica, kaya akan
kelenjar dan merupakan faktor predisposisi BPH (Benign Prostatic
Hyperplasia)
- Lobus lateral kanan
dan kiri – membentuk lobus anterior (isthmus) dan tidak mempunyai jaringan
kelenjar
- Lobus posterior kanan dan
kiri – mengandung jaringan kelenjar dan merupakan faktor predisposisi
malignant transformation seperti kanker prostat yang bermetastase ke
collum vertebra dan otak
Lowsley’s Classification – on the basis of
endoscopic appearance
![]() |
Suplai darah
prostat
Arteri yang
memperdarahi prostat berasal dari cabang-cabang a. vesicalis inferior dan a. rectalis
media. Vena membentuk plexus venosus prostaticus yang menerima darah dari v. dorsalis
profundus penis dan banyak v. vesicalis, dan mengalirkan darah ke v. Iliaca
interna. Pembuluh limfe dari prostat mengalirkan cairan limfe ke nodi
lymphatici iliaca interna. Persarafan prostat berasal dari plexus hypogastricus
inferior.
Fungsi sel prostat
Sebagian besar testosterone (97%) beredar
dalam aliran darah, terikat dengan salah satu dari dua protein, sex hormone
binding globulin (SHBG) atau albumin. Sebagian kecil testosteron (2-3%)
dalam keadaan tidak terikat (free testosterone) dan diperkirakan mempengaruhi
glandular cell dari kelenjar prostat. Free testosterone melewati membran sel
prostat, dan dimetabolisme menjadi DHT oleh enzym 5 alpha-reductase. DHT
bersifat 2,5 kali lebih potent sebagai hormon sex laki-laki. DHT berikatan
dengan reseptor androgen dalam sel glandular kemudian penetrasi ke dalam inti
sel yang menyebabkan pertumbuhan dan proliferasi sel.

The role of testosterone and DHT in stimulating prostate function
BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)
Ć
Pendahuluan
Istilah BPH merupakan istilah histopatologis,
yaitu terdapatnya hyperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar
prostat. Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di
atas usia 60 tahun. Angka ini meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80
tahun.
Ć Etiologi
Hingga kini masih belum
diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat. Beberapa
hipotesis diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah :
·
Teori Dihidrotestosteron (DHT)
DHT
adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel
kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim
5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan
dengan reseptor endogen (RA) membentuk kompleks DHT-RA yang selanjutnya terjadi
sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel
prostat. Pada BPH aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgennya
lebih banyak, sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan
prostat normal.
·
Ketidak seimbangan antara estrogen-testosteron →
Berkurangnya kematian sel prostat
Pada usia yang semakin tua, kadar
testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga
perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat. Estrogen di dalam
prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel prostat dengan cara
meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsang hormon androgen,
meningkatkan reseptor androgen, dan menurunkan kematian sel-sel prostat
(apoptosis), sehingga sel prostat secara keseluruhan meningkat, menyebabkan
pertambahan massa prostat.
Ć Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan
lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli
harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut. Kontraksi yang
terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertfofi
otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan divertikel
buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan
sebagai keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau lower urinary tract
symptoms (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi
diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara
ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik
urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan
ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis,
bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh
hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat
yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos
yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher
buli-buli.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan
komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada prostat normal rasio stroma
dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH, rasionya meningkat menjadi 4:1,
hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat
dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang
menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan
komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.
Ć Penegakan Diagnosis
· Gambaran Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada
saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.
1. Keluhan pada
saluran kemih bagian bawah (LUTS)
Terdiri atas gejala obstruksi dan gejala
iritatif seperti terlihat pada tabel berikut.
Obstruksi
|
Iritasi
|
Hesitansi
|
Frekuensi
|
Pancaran miksi melemah
|
Nokturi
|
Intermitensi
|
Urgensi
|
Miksi tidak puas
|
Disuri
|
Menetes setelah miksi
|
Salah satu panduan yang tepat untuk
mengarahkan dan menentukan adanya gejala-gejala tersebut adalah menggunakan
sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO, yakni Skor Internasional Gejala
Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score). Analisis
gejala ini terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (4
pertanyaan mengenai gejala obstruksi, 3 pertanyaan mengenai gejala iritasi),
yang masing-masing memiliki nilai 0 hingga 5. Serta 1 pertanyaan yang
berhubungan dengan kualitas hidup pasien, yang diberi nilai dari 1 hingga 7.
Keadaan pasien BPH dapat digolongkan berdasarkan skor yang diperoleh, yaitu (1)
bergejala ringan : skor 0-7, (2) bergejala sedang : skor 8-19, dan (3)
bergejala berat : skor 20-35.
Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi
kompensasi otot buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot
buli-buli mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase
dekompensaasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urine akut.
2. Gejala pada
saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia
prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala obstruksi antara lain
nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis),
atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.
3. Gejala di
luar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter
karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemorroid. Timbulnya kedua
penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan
peningkatan tekanan intraabdominal.
· Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan
buli-buli yang terisis penuh dan teraba massa kistik di daerah supra simfisis
akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa
disadari oleh penderita yaitu merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. Pada
colok dubur diperhatikan : (1) tonus sfingter ani/refleks bulbo-kavernosus
untuk menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik, (2) mukosa rektum,
dan (3) keadaan prostat, antara lain : kemungkinan adanya nodul, krepitasi,
konsistensi prostat, serta simetris antara lobus prostat.
Colok dubur pada pembesaran prostat
benigna menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung,
lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan adanya nodul ataupun nyeri
tekan; sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras/teraba nodul
dan mungkin di antara lobus prostat tidak simetri.
· Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis
BPH yang sudah menimbulkan komplikasi
infeksi saluran kemih, batu buli-buli atau penyakit lain yang menimbulkan
keluhan miksi, diantaranya karsinoma buli-buli in situ atau striktur uretra,
pada pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya kelainan. Sedimen urine
diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada
saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis kuman
penyebab infeksi sekaligus menentukan sensitifitas kuman. Pada pasien BPH yang
telah mengalami retensi urine dan telah memakai kateter, pemeriksaan urinalisis
tidak banyak manfaatnya karena seringkali telah ada lekosituria maupun
eritrosituria akibat pemasangan kateter.
Pemeriksaan
fungsi ginjal
Obstruksi infravesika akibat BPH
menyebabkan gangguan pada traktus urinarius bawah maupun atas. Dikatakan bahwa
gagal ginjal akibat BPH terjadi sebanyak 0,3-30% dengan rata-rata 13,6%.
Pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan
pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih bagian atas.
Pemerikssaan PSA
(Prostate Spesific Antigen)
PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan
bersifat organ spesific tetapi bukan cancer spesific. Serum PSA
dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit BPH; dalam hal ini jika
kadar PSA tinggi berarti : (a) pertumbuhan volume prostat lebih cepat, (b)
keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek, dan (c) lebih mudah
terjadinya retensi urine akut.
Kadar PSA dapat mengalami peningkatan pada
peradangan, setelah manipulasi prostat (biopsi prostat atau TURP), retensi
urine akut, kateterisasi, keganasan prostat. Rentang kadar PSA yang dianggap
normal berdasarkan usia adalah :
-
40-49 tahun : 0-2,5 ng/ml
-
50-59 tahun : 0-3,5 ng/ml
-
60-69 tahun : 0-4,5 ng/ml
-
70-79 tahun : 0-6,5 ng/ml
Meskipun BPH bukan merupakan penyebab
timbulnya karsinoma prostat, tetapi kelompok usia BPH mempunyai resiko terjangkit
karsinoma prostat. Oleh karena itu pada usia ini pemeriksaan PSA bersamaan
dengan colok dubur menjadi sangat penting guna mendeteksi kemungkinan adanya
karsinoma prostat. Kecurigaan akan karsinoma prostat apabila kadar PSA >
10ng/ml.
Pencitraan traktus
urinarius
Pemeriksaan yang masih direkomendasikan
pada BPH adalah ultrasonografi transrektal atau TRUS, dimaksudkan untuk
mengetahui : besar/volume kelenjar prostat, kemungkinan pembesaran prostat
maligna, sebagai petunjuk melakukan biopsi prostat, menentukan jumlah residual
urine, dan mencari kelainan lain yang ada pada buli-buli. Disamping itu USG
transabdominal mampu untuk mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan
ginjal akibat obstruksi BPH yang lama.
Pemeriksaan lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat
diperkirakan dengan mengukur :
a.
Residual urine yaitu jumlah sisa urine dalam vesika
setelah miksi. Dapat dihitung dengan kateterisasi setelah miksi atau dengan USG
setelah miksi. Jumlah residual urine pada pria normal adalah < 12
mL.
b.
Pancaran urine atau flow rate dapat dihitung
secara sederhana yaitu dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya
miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri. Dari uroflometri
dapat diketahui lama waktu miksi, lama pancaran, waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai pancaran maksimum, rerata pancaran,
dan volume urine yang dikemihkan. Pada BPH terdapat gambaran grafik
pancaran urine yang lemah dan lama.
Ć
Penatalaksanaan
Tujuan terapi pada
pasien BPH adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan kualitas
hidup, (3) mengurangi obstruksi infravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal
jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residual urine, dan (5)
mencegah progresifitas penyakit. Hal ini dapat dicapai dengan beberapa pilihan terapi,
yakni :
a. Watchfull
waiting
Ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS <
7. Pasien tidak mendapat terapi apapun, hanya diberi penjelasan mengenai
hal-hal yang dapat memperburuk keluhannya, misalnya jangan mengkonsumsi kopi
atau alkohol, kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli
(kopi atau cokelat), jangan menahan kencing terlalu lama. Secara periodik
pasien diminta untuk kontrol, jika keluhan miksi bertambah buruk perlu
dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.
b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk :
(1) mengurangi
resistensi otot polos prostat dengan obat-obatan adrenergik alfa blokers,
diantaranya fenoksibenzamin, prazosin (2x1), terazosin, afluzosin, dan
doksazosin yang diberikan satu kali sehari, serta yang terbaru adalah
tamsulosin. Obat-obatan ini mampu memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran
urine.
(2) mengurangi
volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon DHT melalui penghambat
5α-reduktase, yakni finasteride 5 mg sehari.
c. Operasi
Pembedahan direkomendasikan pada
pasien-pasien BPH yang : (1) tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi
medikamentosa, (2) mengalami retensi urine, (3) ISK yang berulang, (4) hematuria,
(5) gagal ginjal, dan (6) timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain
akibat obstruksi saluran kemih bawah.
¨ Prostatektomi terbuka. Dapat dilakukan melalui
pendekatan suprapubik transvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin).
Prostatektomi terbuka dianjurkan untuk prostat yang sangat besar (> 100
gram).
¨ Pembedahan Endourologi
- TURP (Reseksi Prostat Transurethra)
Reseksi kelenjar prostat dilakukan
transuretra dengan mempergunakan cairan irigan (H2O steril/aquades) agar daerah
yang direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah.
Berbagai penyulit TURP
Selama operasi
|
Pasca bedah dini
|
Pasca bedah
lanjut
|
Perdarahan
|
Perdarahan
|
Inkontinensi
|
Sindroma TURP
|
Infeksi lokal/sistemik
|
Disfungsi ereksi
|
Perforasi
|
Ejakulasi retrograd
|
|
Striktur uretra
|
-
TUIP (Transurethral incision of the prostate)
Insisi
kelenjar prostat dilakukan pada hyperplasia prostat yang tidak begitu besar,
tanpa ada pembesaran lobus medius, dan pada pasien yang masih muda.
- TULP (Transurethral Laser of the
prostate)
Teknik
ini dianjurkan pada pasien yang memakai terapi antikoagulan jangka panjang atau
tidak mungkin dilakukan tindakan TURP karena kesehatannya.
- Elektrovaporasi prostat
Teknik
ini hanya diperuntukkan pada prostate yang tidak terlalu besar (< 50
gram),dan membutuhkan operasi yang lebih lama.
¨ Tindakan invasive minimal, diantaranya
adalah : (1) thermoterapi, (2) TUNA (Transurethtral needle ablation of the
prostate), (3) pemasangan stent, (4) HIFU (High Intensity Focused
Ultrasound) dan TUBD (Transurethral Balloon Dilatation).
Meskipun sudah banyak modalitas terapi yang
telah ditemukan, sampai saat ini terapi yang memberikan hasil paling memuaskan
adalah TURP.
HIPERTENSI
DEFINISI
Hipertensi didefinisikan sebagai suatu tingkat tekanan darah tertentu,
dimana di atas tingkat tekanan darah tersebut dengan adanya pengobatan akan
menurunkan resiko morbiditas dan mortalitas (Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam,2001). Hipertensi bukan merupakan suatu penyakit. Penderita hipertensi
mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Bila terdapat gejala
sifatnya non spesifik misalnya sakit kepala atau pusing-pusing. Walaupun
demikian hipertensi merupakan faktor resiko utama pada penyakit kardiovaskuler,
infark miokard, gagal jantung, penyakit pembuluh darah tepi dan gagal ginjal.
Jika hipertensi tetap tidak diketahui dan tidak dirawat maka akan mengakibatkan
kematian karena payah jantug, infark miokard, stroke dan payah ginjal.
BATASAN
HIPERTENSI
1.
Menurut
BHS : dikatakan hipertensi jika tekanan darah > 140/90 mmHg.
2.
Menurut
WHO (1978) : tekanan darah 140/90 dianggap normal. Tekanan darah 160/95 mmHg
dikatakan hipertensi. Sedangkan tekanan darah diantaranya dinamakan borderline
hipertensi. Batasan ini tidak membedakan umur dan jenis kelamin.
3.
Menurt Kaplan (1985): dikatakan hipertensi bila
a.
Pria berusia < 45 tahun dengan tekanan darah waktu
berbaring adalah 130/90 mmHg
b. Pria berusia > 45 tahun dengan tekanan
darah 140/94 mmHg
c.
Wanita dengan tekanan darah 160/95 mmHg
Batasan di atas membagi dengan memperhatikan usia dan jenis kelaimin.
4.
Menurut
rekomendasi JNC VII klasifikasi tekanan darah pada dewasa (> 18 thn):
a.Normal : sistolik dibawah 120
diastolik dibawah 80
b.Pre Hipertensi : sistol
120-139
diastol 80-89
c.Stage 1 :
sistolik 140-159
diastolik 90-99
d.Stage 2 :
sisitolik sama atau lebih dari 160
diastolik sama atau lebih dari 100
PATOFISIOLOGI
Tekanan darah berarti kekuatan yang dihasilkan
oleh darah terhadap setiap satuan luas dinding pembuluh darah. Ada 2 faktor
yang mempengaruhi tekanan darah:
- Kardiac
output
Dipengarhi juga oleh : -
stroke volume
- heart rate
- Tahanan perifer.
Dipengaruhi juga oleh:
-
viskositas darah
-
keadaan dinding pembuluh darah
-
kecepatan aliran darah
-
fungsi vaskular
Yang dapat dirumuskan
BP = TPR X CO
Oleh karena itu, kardiak output yang meningkat dan
atau tahanan perifer yang meningkat dapat mengakibatkan tekanan darah yang
meningkat. Kedua proses ini dapat dirangsang oleh :
a) diet Na yang berlebih
b) perubahan genetik
c) stress
d) obesitas
e) endothelial derived factor
Tekanan darah tidak hanya diatur oleh satu sistem
pengatur tekanan darah melainkan oleh beberapa sistem yang saling terkait satu
sama lain membentuk fungsi yang spesifik. Mekanisme pengaturan ini dapat dibagi
menjadi tiga kelompok
1. Mekanisme yang bekerja cepat
ada tiga mekanisme yang memperlihatkan respon
dalam beberapa detik:
a) mekanisme umpan balik baroreseptor
b) mekanisme iskemik sisitim saraf pusat
c) mekanisme kemoreseptor
setelah setiap penurunan tekanan darah yang
berlangsung akut mekanisme saraf berkombinasi melalui:
-
vasokonsriksi dan menimbulkan transfer darah ke dalam jantung
-
peningkatan frekuensi denyut dan kontraktilitas jantung
2. Mekanisme yang bekerja dalam waktu yang
sedang
a) mekanisme vasokonstriktor renin
angiotensin
b) vaskularisasi dan relaksasi stres
c) pergeseran cairan melalui dinding kapiler
kedalam dan keluar dari sirkulasi
untuk mnyesuaikan kembali
volume darah.
![]() |
3. Mekanisme yang bekerja untuk jangka
panjang adalah mekanisme pengaturan tekanan volume darah-ginjal, dimana
mekanisme ini memerlukan waktu beberapa jam utuk menunjukkan respon yang
bermakna.
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dibagi
menjadi 2:
- Hipertensi
Primer atau essensial
Hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya. Etiologi dari hipertensi primer polifaktor dan
poligenik. Kebanyakan kasusnya adalah defek herediter dari otot polos pembuluh
darah yang akan meningkatkan reaktivitas dari resisitensi vena sehingga
meningkatkan tahanan perifer. Faktor lainnya:
a)
Umur : makin bertambahnya umur compliance makin
berkurang
b) Genetic : hipertensi lebih banyak dijumpai
pada pasienn kembar monozigot daripada heterozygot.
c) Lingkungan : sres fisik dan mental dapat
meningkatkan tekenan darah.
d) Intake natrium yang berlebih
e) Alkohol
f) Obesitas
g) Ras : ras kaukasian insidensinya lebih
rendah daripada ras kulit hitam
- Hipertensi
Sekunder
Hipertensi yang disebabkan
oleh penyakit lain. Karena penyebab dan patofisiologisnya diketahui maka
hipertensi dapat dikendalikan dengan obat-obatan ataupun pembedahan. Penyebab hipertensi sekunder antara lain :
1. Ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis,
nekrosis tubular akut, kista
2. Renovaskular : aterosklerosis,
hiperplasia, trombosis, aneurisma, emboli kolesterol, vaskulitis
3. Adrenal : pheokromositoma, aldosteronisme
4. Aorta : Koartasio aorta
5. Neoplasma : tumor wilm
6. Kelainan endokrin : obesitas, resistensi
insulin,akromegali
7. Saraf : Stres berat, psikosis, tekanan
intrakranial meninggi.
8. Toksemia pada kehamilan
9. Obat-obatan : NSAID, kontrasepsi oral,
go;ongan simpatomimetik, golongan penghambat mono amine oxidase
MANAGEMENT DARI HIPERTENSI
Penanggulangan hipertensi dibagi menjadi :
a. penatalaksanaan non farmakologis atau
perubahan gaya hidup
b. penatalaksanaan farmakologis/ obat-obatan
Perubahan gaya hidup
1. Menurunkan berat badan sampai berat badan
ideal sesuai BMI 18,5- 24,9 kg/m2. Diasosiasikan dengan penurunan sistolik 5-20
mmHg/ 10 kgbb.
2. Mengkonsumsi diet untuk mengatasi
hipertensi antara lain : banyak sayur-sayuran, buah-buahan, lowfat dairy
product dengan pengurangan saturated and
total fat. Diasosiasikan dengan penurunan sistolik 8-14 mmHg
3. Pengurangan asupan garam, dibatasi tidak
boleh dari 100 mol/hari dengan cara tidak menambahkan garam waktu makan,
memasak tanpa garam, menghindari makanan yang telah diasinkan. Diasosiasikan
dengan penurunan sistolik 2-8 mmHg
4. Olahraga, aerobik minimal jalan kaki
kurang lebih 30 menit sehari rutin. Diasosiasikan dengan penurunan sistolik 4-9 mmHg
5. Pengontrolan dari konsumsi alkohol dengan
membatasi tidak lebih dari 2 gelas perhari untuk pria dan tidak lebih dari satu
gelas untuk wanita. Diasosiasikan dengan penurunan sistolik 2-4 mmHg
Faktor yang mempengaruhi prognosis serta
managwement therapy anatara lain :
a. resiko terjadinya penyakit kardiovaskular
b. kerusakan target organ
c. gejala klinik yang berhubungan.
Kerusakan target organ antara lain
1. left ventrikular hipertropi
2. proteinuria atau peningkatan konsentrasi
kreatinin plasma
3. aterosklerosis plak
4. pelebaran arteri retina
Pengobatan Hipertensi
Prinsip pengobatan hipertensi
1.
Pengobatan
hipertensi sekunder lebih mengutamakan pengobatan
Kausal
2.
pengobatan
hipertensi ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan memperpanjang
harapan hidup dan mengurangi timbulnya komplikasi
3.
obat
anti hipertensi sebaiknya dipilih dengan mempunya efek penurunan darah selama
24 jam dengan dosis sekali sehari.
4.
biasanaya
dimulai dari dosis kecil dan jika perlu dosisnya dianaikkan perlahan-lahan
sesuai umur,kebutuhan dan hasil pengobatan.
5.
apabila
tekanan darah telah turun dan dosis telah stabil dalam waktu 6-12 bulan maka
dapt dicoba diturunkan dengan
6.
pengawasan
yang ketat tetapi tidak boleh langsung dihentikan
Obat-obatan yang digunakan untuk
pengobatan hipertensi :
a.
diuretik
b.
beta-blockers
c.
ACE
inhibitor
d.
Calcium
antagonist
e.
Alpha
blockers
f.
Angiotensin
II antagonist
PROBLEM ANESTESIA PADA PENDERITA GERIATRI DENGAN RETENSI URINE e.c. BENIGN
PROSTAT HYPERTROPHY + HIPERTENSI STAGE I
Masalah yang dihadapi waktu
pelaksanaan anestesia pada penderita adalah :
1. Faktor Usia Ć Geriatri
Perlu diperhatikan
keadaan atau kelainan mengenai sistem :
- Kardiovaskuler
yang mungkin ditemukan adalah hipertensi, hipertrofi jantung, penyakit
koroner, arteri-sklerosis, dekompensasio kordis, memanjangnya masa
sirkulasi, bradikardi, aritmia kordis atau hipotensi.
- Respirasi
: rongga dada yang kaku, bronkhitis, emfisema pulmonum, berkurangnya
tekanan oksigen arterial sehingga memudahkan timbulnya hipoksia pasca bedah,
berkurangnya ventilasi, berkurangnya fungsi paru
- Metabolisme
dan organ-organ lain, basal metabolisme rendah, kemampuan detoksifikasi
obat-obatan dan eliminasinya sudah berkurang, fungsi liver dan ginjal
sudah berkurang/terganggu
- Motoris
dan refleks. Umumnya otot-otot sudah mengalami degenerasi dan lembek,
sendi-sendi sudah kaku (rheumatoid arthritis)
- Lain-lain.
Anemia, sering ada dehidrasi, malnutrisi, defisiensi berbagai vitamin,
gangguan hormonal/endokrin (sekresi kortikosteroid berkurang) gangguan elektrolit
dan sebagainya
2. Penyakit hipertensi
Hipertensi sistemik
merupakan risk factor untuk
berkembangnya Ischemic Heart Disease
dan merupakan penyebab utama dari gagal jantung, penyakit serebrovaskular
(stroke), aneurysma aorta, dan stadium akhir gagal ginjal. Pasien hipertensi
beresiko tinggi memiliki tekanan darah yang labil serta dapat terjadi hipertency emergencies saat operasi dan
intubasi
3. Farmakokinetik obat anestetika
Sebagian besar
obat-obatan anestesi memiliki pengaruh terhadap sistem kardiovaskuler. Pada
anestesi umum, efek kardiovaskulernya meliputi penurunan resistensi pembuluh
darah sistemik, penurunan kontraktilitas jantung, penurunan stroke volume dan
meningkatkan irritabilitas jantung.
Induksi saat anestesi umum dapat menurunkan tekanan darah, namun intubasi
trakea dapat meningkatkan tekanan darah sekitar 20-30 mmHg dan penggunaan N2O
dapat menurunkan Cardiac Output.
Pengaruh Anestesia dan
Pembedahan
Semua obat anestetik baik abar (volatil) atau
suntikan berpotensi mengganggu fungsi jantung baik secara langsung atau tidak
langsung akibat perubahan tekanan darah sistemik, curah jantung, perubahan cardiac output, perubahan tahanan
perifer dan perubahan heart rate
Halotan dan Entrane
menyebabkan depresi miokardium dan vasodilatasi perifer, Isoflurane menyebabkan
vasodilatasi perifer dan tidak mendepresi miokardium dan Sevoflurane menurunkan tekanan darah, aliran darah
regional dipertahankan dengan baik
Obat anestesi intravena
seperti BARBITURAT ( penthotal, thiamidal, methohexital) bersifat vasodilatasi,
mendepresi miokardial, menurunkan tekanan darah ditandai dengan hipovolemik,
reflek pada jantung meningkat, melepaskan histamin dalam jumlah sedikit
Muscle relaxan seperti
Succinylkoline bersifat menurunkan heart rate dan Atrakurium,pancuronium,mivakuronium
bersifat meningkatkan heart rate
Narkotik kecuali petidin dosis
tinggi tidak mempengaruhi kontraksi jantung tetapi kombinasinya dengan N2O
dapat menyebabkan depresi jantung
Penatalaksanaan Anestesia
-
Untuk
orang tua, pada prinsipnya berpedoman
pada :
Ć Seperti biasa
dilakukan kunjungan/pemeriksaan pra bedah meliputi :
a.
Anamnesa lengkap. Pada geriatri diperlukan penilaian
terhadap adanya co-existing diseases yang dapat mempengaruhi tindakan
anestesi dan pembedahan. Beberapa penyakit yang sering menyertai pasien
geriatri, diantaranya hipertensi, penyakit jantung iskemik, Congestive Heart
failure, penyakit paru kronis, diabetes mellitus,dll. Anamnesis juga harus
mencakup riwayat pengobatan serta obat-obatan yang sedang dikonsumsi pasien tersebut.
b.
Pemeriksaan fisik diagnostik dan laboratorium :
diperlukan untuk menilai keadaan umum pasien, hematologi, sisrim
respirasi-kardiovaskular, fungsi organ hepar, ginjal, mengetahui adanya
gangguan elektrolit, dan sebagainya.
c.
Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan elektrokardiograf juga dilakukan untuk melihat adanya
tanda-tanda hiperkalemi atau hipokalsemi maupun tanda-tanda iskemi jantung,
blok konduksi dan hipertrofi ventrikel. Apabila diperlukan pemeriksaan tambahan
echokardiograf, sehingga dapat mengevaluasi fraksi ejeksi ventrikel. Apabila
perlu tes fungsi paru.
d.
Pemeriksaan-pemeriksaan lain apabila diperlukan
Ć
Keadaan
umum penderita, yang kalau mungkin dilakukan perbaikan keadaan umum sampai
optimal. Hal ini tergantung dari urgensinya suatu pembedahan
Ć
Premedikasi
: diberikan dalam dosis yang rendah terutama obat-obat yang dapat mengganggu
stabilitas respirasi dan kardiovaskular. Perlu diketahui bahwa pada orang tua
sering ditemukan perubahan psikologi/mental.
Ć
Obat-obat
yang diberikan harus seminimal mungkin atau dosis rendah mengingat faktor
metebolisme yang rendah, masa sirkulasi dan kemampuan organ-organ (liver,
ginjal) yang sudah berkurang
Ć
Oksigenisasi
secukupnya, hindari hipoksia, hipotensi, lakukan transfusi apabila perlu dan
terapi cairan secara hati-hati dan cukup (jangan sampai kelebihan)
Ć
Lakukan
monitoring seketat mungkin baik pra-bedah, selama dan sesudah pembedahan.
Ć
Evaluasi
Postoperatif
Kematian pasca bedah
pada geriatri sekitar 14%. Angka ini dapat ditekan lagi apabila monitoring dan
perawatan dilakukan secara seksama. Prinsip-prinsip perawatan pasca bedah :
-
Masa pemulilhan akan cepat apabila selama pembedahan tidak terjadi
hipoksia, dan hipotensi yang lama.
Perlu pemberian oksigen pasca bedah.
-
Awasi dan atasi dengan cepat apabila ada gangguan sistem kardiovaskuler
-
Pelihara keseimbangan cairan dan elektrolit, transfusi bila perlu.
-
Lakukan mobilisasi secepat mungkin.
-
Antibiotik yang memadai
-
Untuk
penderita hipertensi, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
Ć Evaluasi pra-bedah.
- Tekanan darah dapat dikendalikan dengan
baik/terkontrol (sistole <
140 mmHg dan diastole < 90 mmHg)
-
Terapi antihipertensi diteruskan sampai saat
pembedahan kecuali β adrenergik, clonidine dan ACE inhibitor karena efek
rebound hipertensi, ketidakstabilan hemodinamika dan hipotensi
-
Evaluasi kelainan-kelainan organ yang mungkin timbul
akibat hipertensi
Ć Evaluasi Intraoperatif
Monitoring
Salah satu tugas dan tanggung jawab dokter anestesi selama operasi
adalah waspada, dalam hal ini monitoring ketat dalam operasi yang disesuaikan
dengan kondisi pasien. Termasuk monitoring tekanan darah, hati-hati terhadap
penempatan cuff, sebaiknya pada lengan yang tidak ada infusnya atau tidak ada
kelainan vaskular.
Induksi
Pada pasien dengan hipertensi, induksi
dengan menggunakan obat-obatan intravena yang bekerja cepat (kecuali ketamin).
Kita harus mengantisipasi peningkatan tekanan darah yang berlebihan, jika
dilakukan intubasi maka harus dilakukan dengan smooth (mulus). Ada pula yang
mengatakan bahwa saat dilakukan intubasi trakea, lakukan dalam waktu yang
singkat, misalnya penggunaan laryngoskop < 15 detik.
Maintenance
Pada
pasien hipertensi, teknik
maintenance dilakukan untuk mengontrol kedalaman anestesi yang sesuai untuk
meminimalkan fluktuasi tekanan darah yang berlebihan akibat
rangsangan/manipulasi bedah. Pengaturan tekanan darah intraoperatif lebih
penting dibandingkan dengan kontrol hipertensi pre-operatif.
1. Hipertensi intraoperatif
sebagai respon terhadap rangsang nyeri sering terjadi, bahkan pada pasien yang
normotensi(dengan terapi obat-obatan). Volatil anestetik sangat berguna untuk
mempertahankan aktivitas sistem saraf simpatis. Anestesia harus dalam (deep
anesthesia) agat tidak terjadi fluktuasi tekanan darah akibat rangsangan / manipulasi
bedah. Infus nitroprusside merupakan alternatif untuk mempertahankan keadaan
normotensi selama periode intraoperatif. Untuk serangan akut hipertensi dapat
diberikan obat-obat seperti
esmolol i.v., labetalol, nitroprusside, atau nitroglycerin
2. Hipotensi intraoperatif dapat
diatasi dengan menurunkan konsentrasi dari volatil anestetik, meningkatkan
cairan kristaloid atau koloid intravena, atau dengan pemberian obat-obat
sympathomimetic.
3. Monitoring dipengaruhi oleh ada
tidaknya disfungsi ventrikel kiri (transesofageal ekokardiografi berguna untuk
monitoring fungsi ventrikel kiri dan adekuat tidaknya replacement volume
intravaskular).
Ć Evaluasi postoperatif
Pada pasien hipertensi, waspadai
terjadinya hipertensi pasca bedah, terutama pada awal-awal periode
postoperatif. Selain itu dilakukan juga evaluasi dan monitoring fungsi target
organ, seperti ginjal, dll
Ć Pilihan teknik anestesia umum
dapat dilakukan, walaupun sebagian ahli lebih menyukai teknik anestesi regional
karena lebih sedikit pengaruhnya terhadap kondisi hemodinamika.
ANESTESI EPIDURAL
Indikasi :
- Operasi abdomen terutama bawah
- Operasi hernia inguinalis
- Operasi ekstrimitas bawah
- Operasi kandung kencing dan prostat
- Operasi kebidanan
Keuntungan :
- Obat sederhana,mudah, murah, non eksplosif, dan non
polusif
- Penderita tetap sadar
- Fungsi fisiologis terjaga, dan hemodinamik lebih
stabil
- Diperoleh analgesi, relaksasi otot dan usus cukup
baik
- Dapat
diberikan pada pasien dengan kontra indikasi muscle relaxan
- Aman
digunakan pada penderita dengan lambung penuh
- Perdarahan selama operasi berkurang
- Komplikasi paru post operasi hampir tidak ada,
headache post op tidak terjadi
- Perawatan pasca bedah tidak rumit, mobilisasi cepat, boleh langsung makan
Kerugian :
- Pasien ingin tidak sadar
- Tidak
praktis bila memerlukan beberapa kali suntikan
- Ketakutan
operasi belum selesai namun efek obat sudah habis
- Teknik lebih sulit
Teknik anestesi
§
Persiapan
pra bedah
-
Melengkapi data klinis, keadaan optimal
-
Pemeriksaan fisik: termasuk penilaian saluran nafas
atas (difficult airway problem)
-
Laboratorium: pemeriksaan darah lengkap, koagulasi
i.
Sedia darah
ii.
Trombosit > 100000/mm3: regional masih aman
§
Anestesi
regional
Ć
Sarana/alat dan pembantu/asisten
-
Pembantu yang berpengalaman
-
Alat dan obat resusitasi
-
Alat
dan obat untuk mengatasi komplikasi
Ć
Pada penderita:
-
Kontraindikasi
anestesi spinal dan epidural (-)
-
Beri penjelasan
-
Pasien dibawa ke kamar bedah dengan posisi terlentang
-
Cek tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan
-
Pasang infus
-
Anestesi spinal atau epidural
-
Oksigenisasi
Ć
Anestesi epidural vs. spinal
-
Studi retrospektif
-
Tekanan
darah terendah pada intraoperatif tidak ada perbedaan
-
Jumlah
efedrin yang digunakan sedikit dan tidak ada perbedaan
-
Spinal
mendapat cairan i.v. yang lebih banyak yaitu sebanyak 400ml.
-
Terjadinya edema paru akibat pemberian cairan
intraoperatif
-
Hasil akhir pada ibu dan anak hampir sama
§
Analgesi
epidural
Teknik:
-
Posisi sama dengan anestesi spinal
-
Tusuk di L3-4
-
Jarum tajam (crawford)
untuk dosis tunggal, dan jarum khusus (touchy)
untuk memasukkan kateter.
-
Teknik hilangnya resistensi (lose of resistance) gunakan semprit kaca
atau plastik diisi udara atau NaCl 3ml. Setelah anestesi lokal ditusukkan 1-2ml, perlahan sampai menembus jaringan
keras & terasa hilangnya resistensi.
-
Teknik
tetes tergantung: menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai ada tetes
NaCl yang tergantung. Mendorong jarum epidural sampai tembus jaringan keras
disusul oleh tersedotnya tetes NaCl ke ruang epidural, dan setelah yakin,
lakukan uji dosis.
-
Uji
dosis: masukkan zat anestesi melalui kateter (anestesi lokal + adrenalin
1:200000).
i.
Tidak ada efek: letak benar
ii.
Blokade spinal: obat masuk ke sub-arakhnoid
iii.
Peningkatan nadi 20-30%: obat masuk ke epidural
HIPERTENSI DAN PENGARUH ZAT ANESTESI
Induksi adalah untuk menghantarkan penderita ke
stadium operasi. Untuk melakukan induksi dapat dilakukan dengan obat anestesi
intravena, intamuskular, atau langsung dengan obat anestesi inhalasi. Untuk
sampa pada stasium anestesi yang dalam maka akan berakibat timbulnya efek
samping yang tidak diinginkan yaitu :
a.
gangguan metabolisme karbohidrat
b.
depresi fungsi ginjal dan hepar
c. depresi pada miokard dan gangguan
homeostasis sirkulasi
d.
depresi pernafasan
0leh karena itu pemilihan obat pada pasien
dengan hipertensi dan gangguan kardiovaskular lainnya harus mempertimbangkan
efek obat terhadap kardiovaskular.
ANESTESI INHALASI
Halotan
Induksi dan
pemulihan cepat, tidak menyebabkan iritasi, tidak menyebabkan mual dan berefek
bronkodilator. Mendepresi jantung, menyebabkan vasodilatasi, aritmia,
mengiritasi miokard bila ada epineprin. Obat ini dimetabolisme di hepar
sebanyak 20-45%.
Enflurane/ ethrane
Induksi dan
pemulihan cepat, tidak menimbulkan hipersekresi, bersifat bronkodilator, non
emetik menyebabkan penurunan tekanan darah akibat depresi miokard dan
vasodilatasi erifer, dimetabolisme sebanyak 2,4% dan 80% dikeluarkan dalam
bentukutuh melalui paru-paru.
Isofluran
Induksi dan
pemulihan cepat,tidak iritasidan tidak menimbulkan sekresi, berefek
bronkodilator, tidak menimbulkan mual muntah, menurunkan tekanan darah terutama
dengan vasodilatasi perifer dan hampir tidak mendepresi miokardium.
Sevofluran
Induksi dan
pemulihan cepat,ada sedikit tanda-tanda iritasi saluran nafas atas, tapi tidak
ada hipersekresi dari tracheobronchial serta tidak ada stimulasi ssp. Sevofluran
juga mendepresi fungsi respirasi dan tekanan darah yang proporsional dengan
dosisnya. Pada binatang percobaan aliran darah regional dipertahankan dengan
baikdengan sevofluran.
Table :
Clinical Pharmacology of inhalational Anesthetics.
Efek
|
N20
|
Halothane
|
Methoxy
flurane
|
Enflurane
|
Isoflurane
|
Desflurane
|
Sevo
flurane
|
Tekanan darah
|
N/C
|
↓↓
|
↓↓
|
↓↓
|
↓↓
|
↓↓
|
↓
|
Heart rate
|
N/C
|
↓
|
↑
|
↑
|
↑
|
N/C or ↑
|
N/C
|
Tahanan vascular sisitemik
|
N/C
|
N/C
|
N/C
|
↓
|
↓↓
|
↓↓
|
↓
|
Curah jantung
|
N/C
|
↓
|
↓
|
↓↓
|
N/C
|
N/C or ↓
|
↓
|
N/C = no change
Table :
Cardiovaskular Effects of Volatile Inhalational Anesthetics at 1-1,5 MAC in
Healthy volunteers with normal PaCO2
Variable
|
Halothane
|
Enflurane
|
Isoflurane
|
Tekanan darah
|
↓↓
|
↓↓
|
↓↓
|
Tahanan vaskular
|
N/C
|
↓↓
|
|
Curahjantung
|
↓↓
|
↓↓
|
N/C
|
Kontraksi jantung
|
↓
|
↓↓
|
N/C
|
Tekanan vena sentral
|
↑
|
↑
|
N/C
|
Heart rate
|
N/C
|
↑↑
|
↑
|
Sensitization of
theheart to epinephrine
|
↑↑↑
|
↑
|
N/C
|
N/C
= No changes
↓ = decrease 10-20%
↓↓ = decrease 20-40%
ANESTESI INTRAVENA
BARBITURAT ( penthotal, thiamidal,
methohexital)
Bersifat
vasodilatasi, mendepresi miokardial, menurunkan tekanan darah ditandai dengan
hipovolemik, reflek pada jantung meningkat, melepaskan histamindalam jumlah
sedikit
Table :
Comparative Pharmacology of Intravena Induction Agents
Pentothal
|
Ketamine
|
Etomidate
|
Propofol
|
Diazepam
|
Midazolam
|
Alfentanil
|
|
Kardiovas
kular
|
Depre
ssion
|
Stimula
tion
|
None
|
Depre
ssion
|
Mini
mal
|
Vaso
dilatation
|
depression
|
PELUMPUH OTOT
Table :
Muscle Relaxan Effect On Hemodynamics and ICP
Succinyl
coline
|
Atra
curium
|
Vecu
ronium
|
Pancuro
nium
|
Pipi
curonium
|
Doxa
curanium
|
Miva
Curanium
|
|
Heart rate
|
↓
|
↑
|
-
|
↑↑
|
-
|
-
|
↑
|
NARKOTIK ANALGETIK
Narkotik
tidak dapat menimbulkan amnesia atau anestesi. Jika digabungkan denagn
ketidakmampuannnya menekan refleks otonom hal itu menunjkkan bahwa narkotik
merupakan anestesi lemah bla digunakan sebagai obat tunggal dalam dosis tinggi.
Narkotik mempunyai efek analgesikyang tinggi tetapi tidak merupakan obat
anestesi.
Secara prinsip efek narkotik pada jantung adalah
bradikardi. Hal ini terjadi karena efek vagotonik bersifat sentral dan
depresinya pada ndus SA dan AV. Denyut jantung dapat meningkat sebab opiate
menyebabkan pelepasankatekolamin dan histamine. Narkotik kecuali petidin dosis
tinggi tidak mempengaruhi kontraksi jantung tetapi kombinasinya dengan N2O
dapat menyebabkan depresi jantung. Perubahan akhir dari hemodinamika akan
terjadi bergantung pada ada tidaknya penyakit jantung, sedangkan penurunan
tekanan darah mungkin terjadi akibat penurunan tonus simpatis.
Komentar
Posting Komentar